Oleh Fadilah Karamun
Setelah berhasil mengadali rakyat Indonesia dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXII/2023 tentang persyaratan batas usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden hingga membawa Gibran menjadi “Wakil Presiden Terpilih” di kontestasi Pemilihan Presiden 2024, Jokowi kembali berulah untuk mengacak-acak konstitusi Indonesia.
Kabar anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, akan mengikuti Pilkada 2024 sudah tercium sejak berhasilnya Gibran menjadi “Wakil Presiden Terpilih”. Namun, terbenturnya syarat usia Kaesang yang belum genap 30 tahun saat pendaftaran calon wakil gubernur, mengundang curiga rakyat bahwa akan adanya pengubahan konstitusi kembali yang dilakukan oleh MK.
Menurut Peraturan Undang-Undang nomor 10 tahun 2016 Pasal 7 ayat (2) huruf e bahwa calon gubernur dan calon wakil gubernur berusia minimal 30 tahun, sementara calon walikota dan wakil walikota, bupati dan calonnya berusia 25 tahun. MK pada 20 Agustus 2024 mengeluarkan putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 mengenai threshold dan menolak permohonan perkara Nomor 70/PUU-XXII/2024 terkait batas usia paling rendah calon peserta Pilkada 2024. MK menyatakan syarat usia paling rendah untuk calon gubernur dan wakil gubernur adalah 30 tahun saat ditetapkan sebagai calon oleh KPU. Putusan ini menjadi angin segar bahwa nyatanya MK mengembalikan marwah konstitusiya untuk demokrasi Indonesia.
Namun Badan Legislatif (Baleg) DPR pada 21 Agustus 2024, sehari setelah keluarnya putusan MK, melaksanakan Raker dengan agenda Revisi Undang-Undang Pilkada dan dilakukan hanya dalam kurun waktu 7 jam membahas batas minimal usia calon gubernur dan wakil gubernur. Ini menjadi sangat mencurigakan karena baru kali ini putusan MK langsung ditanggapi oleh DPR. Pembahasan yang kilat ini sangat mengkhawatirkan, Menurut Najwa Shihab dalam Instagramnya (22/8) menyatakan “membuat Undang-Undang dalam sehari mustahil ada naskah akademiknya. Tidak mungkin ada sosialisi rancangannya dulu” sehingga tidak mungkin pla bahasan ini sebagai bentuk suara rakyat yang katanya di wakilkan oleh Dewan Perwakilan “Rakyat”. Rapat dengan sistem kebut sehari itu menghasikam bahwasannya Baleg mengabaikan putusan MK dan akan mengambil putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 yang menyatakan batas usia paling rendah 30 tahun untuk calon gubernur dan wakilnya terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih. Putusan ini sangat berbahaya, dan mencoreng nilai-nilai demokrasi Indonesia. Bahwa Baleg telah mengabaikan putusan MK yang bersifat sangat jelas, mengikat, dan final, berlaku untuk semuanya. Putusan ini ditengarai digunakan untuk memuluskan jalan Kaesang ikut andil dalam Pilkada 2024.
Malam di hari yang sama setelah Revisi UU Pilkada dikeluarkan, rakyat Indonesia mengecam keras DPR dan Jokowi melalui media sosial dengan Gerakan “Peringatan Darurat Indonesia”. Secara masif Gerakan yang dilakukan dengan menyebar poster biru berisi kalimat ajakan untuk rakyat sadar akan situasi demokrasi yang dicederai untuk kesekian kali. Menyadarkan rakyat karena lagi-lagi Jokowi menggunakan kekuasaan dan aparatur negara hanya untuk kepentingan keluarganya. Gerakan “Peringatan Darurat Indonesia” dan #KawalKeputusanMK menjadi trending di media sosial X pada 21 Agustus hingga hari ini. Najwa Shihab dalam video poster biru di Instagram prbadinya (22/8) menyatakan “Presiden dan DPR harus menghentikan segala upayanya menentang putusan Mahkamah Konstitusi. Jika DPR dan Pemerintah mau merevisi tanpa berpatokan kepada putusan MK, ini rentan dianggap pembangkangan konstitusi dan rentan menjadi pembangkangan sipil”.
Partai Buruh melalui cuitan di X menyalakan seruan Aksi Pembatalan Revisi Undang-Undang Pilkada 2024 yang diselenggarakan Kamis, 22 Agustus 2024 di depan Gedung DPR RI dan Jumat, 23 Agustus 2024 di Gedung KPU dan mengundang seluruh rakyat. Seruan aksi ini sebagai ujung rentetan tindak tanduk pemerintah yang terus mengakali rakyatnya Putusan Baleg bagai percikan api yang disiram minyak. Mahasiswa dari berbagai kampus dan daerah terjun ke jalan. Ketua BEM UI, Verrel Uziel, pada wawancaranya di CNN (22/8) menuntut “Pembatalan Revisi Undang-Undang Pilkada 2024 sepenuhnya, tidak ada pembahasan lanjutan, tidak ada embel-embel apapun itu. Kami ingin ini dibatalkan sepenuhnya dan semua pihak yang ada menghormati putusan MK”. Aksi 22-23 Agustus 2024 tidak hanya terjadi di Gedung DPR RI, dilaksanakan pula di Gedung Mahkamah Konstitusi, depan Istana Merdeka dan beberpa titik seperti Bandung, Cianjur, Tasikmalaya, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Lampung, Banjarmasin, Tarakan, Banda Aceh, Jember, Malang, Kupang, Batam, Buleleng, Padang, Palu, Majene, Mataram, Pontianak, Sukabumi, Blitar, Pekanbaru, Banyuwangi, Kendari, Gorontalo, Tegal Madiun, Cirebon, Balikpapan, Purwakarta, Kudus, bahkan hingga PPI dari Jerman, Inggris, Prancis, Belanda, Malaysia, Australia, Turki, Infia sampai Jepang. Aksi tersebut juga dihadiri oleh banyak tokoh akademisi, guru besar, actor, hingga komika.
Dasco Ahmad, wakil ketua DPR mengumumkan melalui X pribadinya, Rencana Pengesahan Revisi Undang-Undang Pilkada pada 22 Agustus 2024 pukul 10 WIB batal dilaksanakan karena tidak memenuhi kuorum setelah ditunda 30 menit. Namun rakyat Indonesia masih tidak boleh lengah, mengingat pengumuman tersebut belum ditetapkan secara resmi sebagai pembatalan pengesahan Revisi UU Pilkada. Rakyat masih harus mengingat bagaimana DPR mengesahkan Omnimbus Law pada saat seluruh Masyarakat tertidur dengan pulas. Maka hingga tulisan ini dibuat #KawalPutusanMK masih terus digaungkan di media sosial.
Diwaktu yang sama saat rakyat melakukan aksi, Gibran yang melakukan blusukan di salah satu pasar di Bandung. Ini sangat miris karena sebagai “Wakil Presiden Terpilih” Gibran lebih memilih melakukan pencitraan bukan mendengar aspirasi rakyat di jalan. Ketika ditanyakan terkait aksi, Gibran tidak menanggapi masalah ini. Begitu pula si anak bungsu yang menjadi sumber masalah kali ini, Ia sedang berada di luar negeri dengan istrinya yang Tengah hamil. Mereka tanpa malu memosting kesehariannya disaat rakyat secara masif menyerukan Gerakan yang ada. Salah satu postingan istri Kaesang yang juga membakar emosi rakyat adalah roti seharga gaji guru honorer Indonesia. Tingkah laku dua bersaudara sumber polemik negara ini sudah menjadi bukti nirempatinya mereka terhadap negara dan rakyat yang aspirasinya tidak didengar. Negara terancam rusak hanya karena ketamakan satu keluarga tukang kayu dari Solo. Jika mereka yang berada di atas terus-terusan menutup telinga dan mata, apakah masih ada harapan untuk pulihnya martabat negara yang katanya demokrasi ini?