NANOENKAPSULASI EKSTRAK ETANOLIK LABU KUNING(CUCURBITA MOSCHATA) UNTUK TERAPI KANKER PAYUDARAMENUJU INDONESIA EMAS 2045

oleh Nama: A Zaidan An Naafi dari

Pendahuluan
Generasi muda memegang peranan penting sebagai agent of change untuk
perubahan yang lebih baik dimasa depan. Dalam perubahan tersebut pemerintah
dunia telah sepakat untuk menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan
kesejahteraan untuk menuju pada Indonesia Emas 2045 tentang kehidupan sehat
dah sejahtera. Poin ini yang menitik beratkan pada penjaminan kehidupan yang
sehat dan peningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk, hal ini tentu merupakan
sebuah tantangan bagi generasi muda.
Kanker merupakan masalah kesehatan yang merupakan salah satu penyebab
kematian tertinggi di dunia. Kanker menyebabkan lebih dari 30% kematian. Jenis
kanker yang paling tinggi menyumbang angka kematian wanita terutama adalah
kanker payudara. Berdasarkan data Global Burden of Cancer Study (Globocan) dari
World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa total kasus kanker di
Indonesia mencapai 396.914 kasus pada tahun 2020 dengan total kematian sebesar
234.511 kasus. Di Indonesia, kanker payudara menempati posisi kasus kanker
tertinggi yaitu sebesar 65.858 kasus atau 16,6% dari total 396.914 kasus kanker.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan jumlah pasien kanker payudara
per 100 ribu penduduk wanita mencapai 42,1 ribu penduduk wanita. Rata-rata
kematian yang diakibatkan oleh kanker payudara mencapai 17 orang per 100 ribu
penduduk wanita. Meningkatnya angka kematian akibat kanker payudara di negara
berkembang seperti Indonesia disebabkan karena diagnosa yang terlambat pada
pasien stadium akhir, kurangnya kesadaran mengenai tubuh akan keluhan yang
diderita, sulitnya akses diagnosis dan terbatasnya pengobatan yang dapat dijangkau
(Shabrina, 2019).

Gambar 1. Statistik Kasus Kanker Nasional 2020
Sumber : databoks

Kanker payudara merupakan kanker yang menyerang payudara bagian sel
kelenjar, saluran kelenjar, serta jaringan penunjang payudara. Beberapa penyebab
kanker payudara adalah genetik, usia, makanan berlemak, gaya hidup, obesitas, dan
pengaruh hormonal. Menurut Risky and Suyatno (2014), penyebab kerusakan sel
yang mendasari terjadinya penyakit kanker termasuk kanker payudara adalah
radikal bebas. Radikal bebas merupakan senyawa dengan elektron bebas dan
bersifat tidak stabil, berumur pendek, dan sangat reaktif. Peningkatan produksi
radikal bebas dan terjadinya penurunan pertahanan antioksidan dapat menyebabkan
terjadinya stres oksidatif sehingga menyebabkan kerusakan sel dan gangguan pada
tubuh dengan menargetkan makromolekul penting seperti lipid, protein, dan asam
nukleat (Ma, 2010). Radikal bebas yang menyerang asam nukleat sangat berbahaya
karena akan menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki kembali sehingga
menyebabkan pembelahan sel tengganggu, jika hal ini terjadi maka akan
menyebabkan perubahan abnormal yang mengenai gen tertentu di dalam tubuh.
Keadaan inilah yang mendasari terbentuknya sel kanker di dalam tubuh (Suryo,
2008). Kelebihan kadar radikal bebas itu sendiri bersumber dari hal-hal yang kita
temukan dalam aktivitas sehari-hari, seperti asap rokok, polusi udara, racun, highly
processed foods dan bahan tambahan pangan kimiawi, paparan sinar ultraviolet,
serta radiasi (Cui & Rohan, 2006).

engobatan terdahulu terkait kanker payudara diantaranya operasi,
kemoterapi, dan pengobatan konvensional dengan bahan alam. Tidak sedikit pasien
kanker yang beranggapan bahwa pengobatan medis kanker dapat menimbulkan
efek samping negatif, seperti perubahan dalam tubuh. Banyak pasien kanker yang
khawatir terhadap pengobatan medis kanker payudara yang ada yaitu operasi yang
diduga dapat membuat kanker menyebar, pengobatan radioterapi dan kemoterapi
yang menimbulkan efek samping yang negatif (Shabrina, 2019). Kemoterapi
merupakan suatu terapi pengobatan yang diberikan kepada penderita kanker berupa
pemberian obat-obatan sitostika yang dimasukkan kedalam tubuh melalui intra
vena maupun oral. Penggunaan obat-obatan kemoterapi modern ini dapat
memberikan efek toksik dan disfungsi sistemik dengan tingkat keparahan yang
berbeda-beda. Efek samping dapat timbul disebabkan karena obat-obatan tidak
hanya menghancurkan sel kanker, tetapi juga menyerang sel-sel sehat yang ada
didalam tubuh terutama sel-sel yang cepat membelah seperti sel pada mukosa usus,
sel rambut, organ reproduksi, dan sum-sum tulang (Alkhunaira, 2017). Sedangkan,
penggunaan obat – obatan tradisional kurang membuahkan hasil dikarenakan
distribusi yang tidak sesuai, dan metabolisme obat yang relatif cepat sebelum
mencapai lokasi kanker. Salah satu metode yang potensial dikembangkan dalam
upaya mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan penerapan nanomedicine
untuk menghantarkan senyawa obat ke lokasi kanker secara spesifik (Artini, 2013).

Labu kuning (Cucurbita moschata) merupakan tanaman merambat yang
termasuk dalam keluarga Cucurbitaceae dan banyak dibudidayakan di Indonesia.
Labu kuning memiliki potensi sebagai pengobatan karena memiliki nilai gizi yang
tinggi diantaranya antioksidan yang kuat serta mengandung karotenoid yang kaya
akan vitamin larut air, fenolat, flavonoid polisakarida, garam mineral, dan vitamin
(Indarayati, 2021) Antioksidan yang ada pada labu kuning yaitu beta karoten
sebesar 6,9 mg per 100 gram (Monicah, 2008). Beta karoten merupakan salah satu
jenis karotenoid, selain sebagai provitamin-A, beta karoten juga berperan sebagai
antioksidan yang efektif pada konsentrasi rendah oksigen (Sinaga, 2011). Senyawasenyawa
antioksidan pada labu kuning tersebut sangat berpotensi menangkal
radikal bebas penyebab kanker. Karotenoid jenis -karoten berfungsi menghambat
proliferasi sel dan menurunkan resiko kanker (Maleta et al., 2018). (Maleta et al.,
2018). Mekanisme -karoten dalam menghambat sel kanker adalah dengan
membantu merangsang kelenjar thymus untuk memproduksi lebih banyak sel
limfosit yang dapat langsung menghancurkan sel kanker (Pirenantya,2008). Beta
karoten yang berfungsi sebagai antioksidan merupakan penangkal yang kuat untuk
oksigen reaktif (suatu radikal bebas yang sangat destruktif). Beta karoten membantu
mencegah kerusakan jaringan dan DNA, juga sebagai stimulator enzim penghancur
karsinogen (zat penyebab kanker) dan menstimulasi kemampuan tubuh mengubah
substansi toksik menjadi senyawa tak berbahaya. (Siagian, 2015)

Imunitas kanker ialah proteksi sistem imun terhadap timbulnya kanker,
dengan cara mengenali antigen untuk dihancurkan secara spesifik. Mekanisme
respon imun tersebut terbukti dapat menurunkan derajat sel kanker (Baratawidjaja,
2006). Betakaroten dapat meningkatkan presentasi natural killer (NK) atau sel
pembunuh. Natural killer merupakan supopulasi dari limfosit, sel ini berfungsi
untuk membunuh sel-sel tumor dan mengeliminasi infeksi yang disebabkanoleh
virus, terutama pada kelompok usia lanjut. Berdasarkan penelitian ini β-karoten
tidak hanya meningkatkan populasi sel natural killer tetapi juga membantu
memperkuat daya tahan tubuh pasien kanker. Betakaroten dapat meningkatkan
presentasi natural killer (NK) atau sel pembunuh, dimana natural killer inisen diri
merupakan supopulasi dari limfosit, selini berfungsi untuk membunuh sel-sel tumor
dan mengeliminasi infeksi yang disebabkanoleh virus, terutama pada kelompok
usia lanjut. Berdasarkan penelitian ini β-karoten tidak hanya meningkatkan
populasi sel natural killer tetapi juga membantu memperkuat daya tahan tubuh
pasien kanker.

Radikal bebas akan bereaksi dengan antioksidan pada labu kuning sehingga
membentuk molekul yang stabil dan tidak berbahaya. antioksidan dapat meredam
kerusakan yang disebabkan oleh reactive oxygen species (ROS) dan sebagai
provitamin A yang dapat meningkatkan imunitas tubuh (Tang, 2009). Jenis radikal
bebas yang mengandung oksigen secara umum dikenal dengan ROS. Cara kerja
dari antioksidan ini adalah dengan menyumbangkan elektron atau atom hidrogen
kepada radikal bebas sehingga elektron yang tadinya bebas menjadi berpasangan
dan stabil. Kestabilan radikal bebas tersebut membuatnya tidak berbahaya dan tidak
mengakibatkan kerusakan sel. Maka dari itu, antioksidan sangat diperlukan tubuh
agar radikal bebas di dalam tubuh aman terkendali. Salah satu buah yang dapat
dimanfaatkan antioksidannya yaitu labu kuning.

Gambar 2. Prinsip kerja antioksidan
Sumber : medkes.com

Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dapat diketahui bahwa labu kuning
memiliki aktivitas antikanker pada kanker payudara. Akan tetapi, senyawa –
senyawa tersebut kurang larut air dan memiliki sifat bioavailabilitas yang rendah
sehingga kurang dapat memaksimalkan perannya dalam pengobatan kanker
payudara. Dengan demikian, ekstrak etanolik labu kuning perlu dimodikfikasi
untuk meningkatkan bioavailabilitasnya. Ekstrak etanolik labu kuning perlu dibuat
menjadi suatu sediaan sehingga dapat memiliki bioavaibilitas dan bioekivalensi
yang baik dalam tubuh, salah satunya adalah dengan membuat sediaan
nanopartikel. Nanopartikel merupakan formulasi yang mampu memperbaiki
bioavailabilitas dan dapat masuk serta menargetkan sel kanker secara spesifik
dengan ukuran < 1 μm (Al Masitoh, 2019). Nanopartikel memiliki efektivitas
Penggunaan yang sangat baik karena mampu mengantarkan senyawa obat dan
dapat langsung tertuju pada sel kanker serta mudah diserap karena ukurannya yang
sangat kecil (nano).

Gambar 3. Nanomaterial terhadap sel kanker
Sumber : Kim BYS, 2010

Pada pengembangan sediaan nanopartikel terhadap senyawa aktif, terdapat
kekurangan yaitu terganggunya stabilitas zat aktif. Dikhawatirkan nanopartikel
yang dibuat menyebabkan tidak stabilnya senyawa tersebut sehingga kegunaannya
terganggu. Oleh karena itu, diperlukan sebuah sistem penghantaran dan
perlindungan senyawa yang dapat secara efektif berperan dalam terapi antikanker
yakni formulasi nanoenkapsulasi. Nanoenkapsulasi merupakan teknologi yang
digunakan untuk mengenkapsulasi zat dengan pelapisan senyawa bioaktif dalam
skala nano. Enkapsulasi adalah proses dimana nanopartikel dilapisi senyawa
polimer tertentu dan membetuk kapsul dengan penyalutan suatu bahan atau materi
dalam ukuran nano 1-1000 nm6. Keunggulan menggunakan sistem penghantaran
nanoenkapsulasi diantaranya dapat meningkatkan biovaibilitas, menjaga stabilitas
dan kapsulasinya melindungi zat aktif dari segala kemungkinan kerusakan pada
pengolahan maupun kerusakan akibat kondisi asam pada lambung, mengurangi
efek samping, serta memudahkan distribusi senyawa pada bagian tubuh yang
terkena kanker karena ukurannya yang nano (Neha, Nupur, and Anamika, 2015).
Dengan demikian, melihat potensi senyawa bioaktif antikanker pada ekstrak
etanolik labu kuning yang dibuat dengan nanoenkapsulasi yang memiliki banyak
keunggulan dapat menjadi solusi baru dalam terapi kanker payudara berbasis bahan
alam.

Gambar 4. Nanoenkapsulasi Senyawa Aktif
Sumber : protophysics.com.au

Pada prosesnya, untuk mendapatkan kemurnian dari kandungan aktif
antikanker pada labu kuning diperlukan proses ekstraksi agar kandungan yang
diperoleh murni, stabil, dan tidak terganggu dengan komponen lainnya. Ekstraksi
komponen bioaktif labu kuning menggunakan pelarut etanol 96%. Pelarut etanol
96% adalah senyawa polar yang mudah menguap sehingga baik digunakan sebagai
pelarut ekstrak hingga didapatkan ekstrak etanolik senyawa aktif labu kuning.

Tahap selanjutnya yaitu nanoenkapsulasi ekstrak etanolit labu kuning
menggunakan polimer kitosan dan alginat yang dapat melindungi senyawa aktif
dengan metode gelasi ionik. Mekanisme metode gelasi ionik, yaitu kitosan
dilarutkan dalam asam kemudian polianion atau polimer anionik ditambahkan
sehingga nanopartikel secara spontan terbentuk dengan pengadukan secara
mekanik dalam suhu ruang. Pembentukan nanoenkapsulasi ekstrak etanolik labu
kuning dengan metode gelasi ionik yang menggunakan kitosan dan alginat sebagai
bahan pembentuk kapsul (enkapsulan) dan Natrium tripolifosfat (NaTPP) sebagai
bahan penaut silang. Pembuatan nanoenkapsulasi ekstrak etanolik labu kuning
dimulai dengan melarutkan terlebih dahulu ekstrak etanolik labu kuning kedalam

etanol. Kemudian ditambahkan larutan kitosan yang sebelumnya sudah dilarutkan
dengan asam asetat (terjadi ikatan antara kitosan dan ekstrak). Kitosan yang
dilarutkan pada larutan dengan pH asam akan mengubah gugus amina (-NH2)
menjadi terionisasi positif (- NH3+ ). Setelah pencampuran berlangsung selama
lima menit, tambahkan larutan alginat sedikit demi sedikit kedalam campuran
tersebut dan dilakukan pengecilan ukuran dengan magnetic stirrer selama lima
menit. Setelah pencampuran larutan alginat gugus dari kitosan yang telah terionisasi
positif membentuk interaksi ionik dengan alginat yang bermuatan negatif. Gugus
amonium bebas yang saling tolak menolak sehingga melemahkan kompleks
nanopartikel yang telah terbentuk. Oleh karena itu ditambahkan suatu pengait silang
Natrium tripolifosfat (NaTPP) yang mampu menstabilkan muatan positif yang
tersisa. Dalam realiasisinya, perlu dilakukan uji klinis lebih lanjut untuk
keefektivitasannya dan mengetahui dosis yang tepat dalam terapi antikanker.

Senyawa etanolik labu kuning yang memiliki aktivitas antikanker dapat
dihantarkan dengan baik dengan nanoenkapsulasi senyawa tersebut hingga tepat ke
lokasi kanker dengan tingkat bioavailabilitas atau penyerapan senyawa tinggi
dengan keadaaan senyawa yang stabil. Pemanfaatan nanopartikel dengan kapsulasi
nano senyawa etanolik labu kuning dalam terapi kanker payudara dikembangkan
untuk menargetkan obat kemoterapi (tunggal maupun kombinasi) dan tumor
suppressor gene secara spesifik ke lokasi kanker dengan memanfaatkan reseptor
yang diekspresikan secara spesifik (misalnya reseptor asam folat) sehingga ketika
nanoenkapsulasi ini terkontak dengan reseptor asam folat yang ada di sekitar lokasi
kanker, akan segera memecahkan kapsul dan mengeluarkan senyawa etanoliknya.
Dalam realiasisinya, perlu dilakukan uji klinis lebih lanjut untuk keefektivitasannya
dan mengetahui dosis yang tepat dalam terapi antikanker. Solusi menggunakan
nanoenkapsulasi ini lebih efektif daripada distribusi senyawa etanolik tanpa
enkapsulasi nano karena dikahwatirkan senyawa rusak terlebih dahulu sebelum
sampai di lokasi kanker atau senyawa kurang diserap karena ukuran yang besar.
Obat kemoterapi yang dilapisi nanopartikel terenkapsulasi nano dikatakan kurang
toksik terhadap fertilitas dibandingkan obat bebas pada uji in vitro, sedangkan
efektivitasnya sebanding sehingga sebagai sistem penghantaran obat memiliki
potensi yang besar untuk terapi kanker dimasa yang akan datang (Andasari, 2017).

Penutup
Pemanfaatan nanoenkapsulasi ekstrak etanolik labu kuning merupakan
salah satu bentuk pengembangan produk herbal dengan memanfaatkan kekayaan
alam Indonesia. Nanoenkapsulasi ekstrak etanolik labu kuning merupakan
formulasi yang memiliki hubungan sinergis dengan antikanker sehingga diharapkan
dapat menjadi solusi untuk dapat mengatasi permasalahan efek terapi yang lebih
berat. Bentuk sediaan yang dianjurkan untuk adalah kapsul sehingga lebih
acceptable bagi pasien. Selain sebagai terapi antikanker menuju Indonesia sehat,
pengembangan nanoenkapsulasi ekstrak etanolik labu kuning juga diharapkan
menjadi solusi untuk menurunkan angka impor obat dalam rangka menuju
kemandirian bahan baku obat nasional serta berkontribusi dalam menuju Indonesia
Emas 2045.

Daftar Pustaka
Alkhunaira, Adinda Puadilla (2017) ‘Gambaran Gejala Yang Dialami Pasien
Selama Menjalani Kemoterapi Kanker Payudara Di Rspau Dr. Suhardi
Hardjolukito’. Yogyakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal
Ahmad Yani Yogyakarta.
Almasitoh and Sopyan, Iyan (2019) ‘Formulasi Nanopartikel Tanaman Herbal
Untuk Terapi Kanker’ Majalah Farmasetika, 4 (5), pp. 165-17.
Andasari, Sholikhah Deti (2017) ‘Formulasi Nanopartikel Zerumbon Dari
Rimpang Lempuyang Gajah (Zingiber Zerumbet L.): Enkapsulasi Dengan
Kitosan Dan Aktivitas Sitotoksiknya Terhadap Sel Kanker T47d’.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Artini, I Gusti (2013) ‘Peranan Nanopartikel Dalam Penatalaksanaan Kanker Di
Era Targeting Therapy’, Indonesian Journal Of Cancer, 7(3), pp. 111-117.
Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2006.
Cui Y, And Rohan Te (2006) ‘Vit D, Calcium, And Breast Cancer Risk’ Cancer
Epidemiol Biomarkers, 15, pp. 1427-1437.
Ferlay, J., Soerjomataram, I., Dikshit, R., Eser, S., Mathers, C., Rebelo, M., Parkin,
D. M., Forman, D., and Bray, F. (2015). ‘Cancer Incidence And Mortality
Worldwide: Sources, Methods And Major Patterns In Globocan 2012’, Int
J Cancer. 136(5), pp. 59-86. Doi:10.1002/Ijc.29210.
Indrayati, Lyna Lestari. 2021. Standardisasi Spesifik Dan Non Spesifik Ekstrak
Etanol Labu Kuning (Cucurbita Maxima). Indonesian Journal of Pharmacy
and Naturan Product. 04(01). Pp: 37-44
Jaafar, R. A., Ridhwan, A., and Mahmod, N. Z. (2009) ‘Proximate Analysis Of
Dragon Fruit (Hylecereuspolyhizus)’, Jurnal Of Applied Science, 6(7), pp.
1341-1346
Kandlakunta B, Rajendran A, & Thingnganing L. 2008. Carotene Content Of Some
Common (Cereals, Pulses, Vegetables, Sp Ices And Condiments) And
Unconventional Sources Of Plant Origin. Food Chemistry, 106,85–89.
Khaira, Kuntum (2010) ‘Menangkan Radikal Bebas Dengan Antioksidan’ Jurnal
Saintek, 2 (2), pp. 183-187.
Ma, Q. (2010) ‘Transcriptional Responses To Oxidative Stress: Pathological And
Toxicological Implications’ Pharmacol Ther, 125, pp. 376– 393.
Monicah SF. Physicochemical Characterization and Food Application Potential of
Pumpkin (Cucurbita Sp.) Fruit and Seed Kernel Flours (Tesis). Jomo
Kenyatta University.Food Science and Postharvest Technology:2008.
Neha P, Surjit S, Nupur O, and Anamika S, (2015) ‘Facets Of Nanotechnology As
Seen In Food Processing, Packaging, And Preservation Industry’ Biomed
Research International pp. 12-17.
Shabrina, Arina and Aulia, Iskandarsyah (2019) ‘Decision-Making About
Treatment In Breast Cancer Patients Who Undergo A Traditional
Treatment’ Jurnal Psikologi, 46(1), pp. 72 – 84.
Siagian, Ruthsuyata. 2015. Pengaruh Buah Merah (Pandanus conoideus) terhadap
Pertumbuhan Sel Kanker Payudara. Jurnal Agromed Unila. 02(04). Pp:500-
503
Sinaga S. 2011. Pengaruh Substitusi Tepung Terigu Dan Jenis Penstabil Dalam
Pembuatan Cookies Labu Kuning. (Skripsi). Medan. Universitas Sumatera
Utara.
Suryo (2008) ‘Genetika Manusia’. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Tang , G., and Russell, R., 2009, Carotenoids as a provitamin A. G. Britton, J.
Liaaen, & H. Pfander, Carotenoids .Germany: BirkhauserVerlag Basel. pp.
127-140.

Tags: No tags

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *